![]() |
Anggota Komisi VI DPRA, Tgk Zulfadli. (Foto: Dok. Koran Aceh). |
Komisi VI DPRA mengusulkan rancangan qanun untuk mengatur pergaulan remaja di
Aceh. Regulasi ini bertujuan menyelamatkan generasi muda dari dampak negatif
pergaulan bebas dan pengaruh buruk perkembangan zaman.
Banda Aceh – Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengusulkan
rancangan qanun yang berfokus pada pengaturan pergaulan remaja, khususnya
pelajar, sebagai upaya menyelamatkan generasi muda Aceh.
Regulasi ini dinilai penting mengingat semakin maraknya fenomena pergaulan
bebas dan kebiasaan nongkrong tanpa kontrol, yang dikhawatirkan dapat
berdampak negatif bagi masa depan anak-anak di Aceh.
Baca Juga:
Komisi VI DPRA Dorong Sinergi Sekolah dan Pesantren untuk Penguatan
Pendidikan di Aceh
Anggota Komisi VI DPRA, Tgk Zulfadli atau yang akrab disapa Waled Landeng,
menjelaskan bahwa usulan qanun ini muncul setelah pihaknya turun langsung ke
berbagai kabupaten/kota dan mendengar keluhan dari masyarakat.
Menurutnya, perubahan pola pergaulan remaja saat ini menjadi perhatian serius,
terutama karena masyarakat dan guru semakin enggan menegur pelanggaran yang
terjadi di lingkungan sekitar.
“Di masa lalu, masyarakat dan guru masih peduli dan berani menegur pelanggaran
yang terjadi, seperti merokok atau pergaulan bebas. Namun kini, masyarakat dan
bahkan guru tidak menegur anak-anak. Hal ini menjadi keresahan,” ujar Zulfadli
dalam keterangan resminya yang dikutip koranaceh.net, pada Minggu, 23
Februari 2025.
Ia menambahkan, kebebasan yang semakin tidak terkendali serta pengaruh budaya
luar telah melahirkan kelompok-kelompok remaja yang mengadopsi perilaku
negatif. Bahkan, beberapa di antaranya mulai meniru tindakan kekerasan,
seperti membawa senjata tajam, yang dalam beberapa kasus telah menimbulkan
korban jiwa.
Baca Juga:
Mengapa Kekerasan Berakar dari Cara Kita Berpikir?
“Dulu, geng pelajar seperti yang kita lihat sekarang tidak ada di Aceh. Mereka
mulai meniru hal-hal buruk, bahkan membawa senjata tajam,” ujarnya.
Menurutnya, jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa ada regulasi yang mengatur,
maka fenomena tersebut akan semakin sulit diberantas di masa depan. Oleh
karena itu, Komisi VI DPRA berharap mendapatkan dukungan dari semua pihak agar
rancangan qanun ini bisa segera dibahas dan diterapkan sebagai payung hukum
untuk melindungi generasi muda.
Zulfadli menegaskan bahwa pembangunan karakter, akhlak, dan jiwa anak bangsa
merupakan perintah dalam Islam. Sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam,
Aceh perlu memiliki kebijakan yang jelas dalam mengarahkan generasi mudanya
agar tetap berada dalam jalur yang positif.
Salah satu poin utama dalam rancangan qanun ini adalah pembatasan jam keluar
malam bagi remaja dan pelajar tanpa pendampingan orang tua. Kebijakan ini,
lanjutnya, bukan untuk membatasi aktivitas ekonomi masyarakat pada malam hari,
melainkan semata-mata untuk memastikan bahwa anak-anak usia sekolah tetap
menjalankan kewajiban mereka, seperti belajar dan beribadah.
Baca Juga:
Pj Ketua TP PKK Aceh: Peran Ayah Kunci Membangun Keluarga Samara
“Kami ingin menegaskan bahwa qanun ini bukan untuk membatasi ruang gerak
masyarakat dalam mencari rezeki, tetapi untuk membatasi anak-anak yang wajib
belajar agar tidak lupa pada kewajiban mereka seperti shalat dan belajar,”
kata Zulfadli.
Lebih lanjut, ia juga mendorong agar pemerintah mengoptimalkan peran Satpol PP
dan Wilayatul Hisbah (WH) dalam menegakkan aturan ini. Pasalnya, jika
masyarakat bertindak sendiri tanpa adanya dasar hukum yang jelas,
dikhawatirkan akan terjadi pelanggaran hak asasi.
“Tujuan kami adalah untuk menyelamatkan generasi Aceh, dan kami harap
masyarakat tidak salah paham dengan tujuan rancangan qanun ini,” pungkasnya.[]




