
KoranAceh.Net | Banda Aceh – Gerakan Pemuda Iskandar Muda (GePIM) Aceh menyerukan desakan keras kepada Pemerintah Indonesia untuk segera menetapkan status darurat bencana nasional bagi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, menyusul lumpuhnya penanganan bencana banjir yang telah memasuki hari kesembilan.
Ketua GePIM Aceh, Zulhadi, menilai pemerintah daerah tidak lagi mampu menanggulangi dampak bencana yang merusak hampir semua sektor kehidupan masyarakat. Ia menegaskan bahwa kondisi di lapangan kini telah memasuki fase yang disebutnya sebagai “kedaruratan kemanusiaan.”
“Kita butuh bantuan dari Pemerintah Pusat. Situasi sudah benar-benar emergency. Kita juga meminta negara-negara sahabat dan NGO internasional untuk membantu karena saat ini Aceh sedang berada dalam krisis kemanusiaan,” kata Zulhadi, Jumat, 5 Desember 2025.
Ancaman Boikot dan Seruan Mosi Tidak Percaya
Zulhadi menyatakan, jika pemerintah pusat tidak menetapkan status bencana nasional, maka GePIM bersama elemen masyarakat akan menyerukan boikot terhadap partai-partai nasional (Parnas) di Aceh dan aksi mosi tidak percaya kepada Presiden.
Ia menilai pemerintah pusat lamban dan tidak menunjukkan respon signifikan terhadap bencana besar yang melanda Sumatra.
“Sampai hari kesembilan belum ada keputusan apa-apa dari pemerintah pusat. Ribuan warga Aceh belum tersentuh bantuan,” ujarnya.
Distribusi Logistik Macet, Armada Minim
Zulhadi menjelaskan bahwa logistik bantuan menumpuk di beberapa bandara, namun tidak dapat disalurkan ke titik pengungsian akibat minimnya armada udara.
Akses darat pun terputus lantaran banyak jalan dan jembatan rusak.
“Pemerintah tidak memiliki helikopter yang cukup, sementara jalur darat tak bisa dilalui. Ini menyebabkan warga kekurangan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya,” kata Zulhadi.
Ancaman Kelaparan dan Kerusakan Sektor Ekonomi
Menurut GePIM, Aceh kini berhadapan dengan ancaman bencana kelaparan akibat hancurnya sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. Zulhadi bahkan menyebut dampak banjir kali ini lebih parah dari tsunami 2004 dalam konteks kerusakan infrastruktur.
Ia turut mendesak Pemerintah Aceh untuk membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh, meskipun pemerintah pusat dinilai tidak menunjukkan keterlibatan memadai.
Tudingan Hambatan Bantuan Internasional
Zulhadi juga mempertanyakan sikap pemerintah pusat yang dinilai tidak terbuka terhadap masuknya misi kemanusiaan dari luar negeri.
“Untuk apa harus malu? Bantuan luar negeri dapat meringankan beban pemerintah. Apakah sengaja dihambat? Sepertinya pemerintah lebih memilih urusan politik ketimbang kemanusiaan,” ujarnya.
“Jika Mereka Menutup Mata, Kita Harus Buka Suara”
Zulhadi menegaskan bahwa seruan mosi tidak percaya adalah bentuk protes terhadap apa yang disebut sebagai kelalaian pemerintah dalam melindungi masyarakat Sumatra.
“Apa yang terjadi di Aceh adalah bukti ketidakpedulian pemerintah pusat. Jika mereka menutup mata, kita harus buka suara. Jika mereka tidak peduli, untuk apa kita terus bersama-sama?” tegasnya.
GePIM menyebut pemerintah pusat telah “berbohong” mengenai kemampuan menangani kondisi Sumatra yang saat ini mengalami krisis multidimensi.[]

