HeadlineLingkungan

Aceh Darurat Bencana 14 Hari, Aceh Tengah Terisolasi

×

Aceh Darurat Bencana 14 Hari, Aceh Tengah Terisolasi

Sebarkan artikel ini
Kondisi sebuah rumah warga yang terendam banjir parah akibat cuaca ekstrem dan luapan sungai di salah satu wilayah terdampak di Aceh. Bencana hidrometeorologi yang dipicu Siklon Tropis Senyar telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan ribuan warga mengungsi. (Foto: Dok. BPBA).
Kondisi sebuah rumah warga yang terendam banjir parah akibat cuaca ekstrem dan luapan sungai di salah satu wilayah terdampak di Aceh. Bencana hidrometeorologi yang dipicu Siklon Tropis Senyar telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan ribuan warga mengungsi. (Foto: Dok. BPBA).

Gubernur Aceh tetapkan darurat bencana hingga 11 Desember. Aceh Tengah lumpuh total, 15 tewas, dan akses bantuan terputus.

koranaceh.net | Banda Aceh – Pemerintah Aceh resmi menetapkan status darurat bencana hidrometeorologi tingkat provinsi selama 14 hari ke depan. Keputusan ini diambil menyusul bencana banjir dan tanah longsor yang melanda 16 kabupaten/kota, dengan dampak terparah menimpa Kabupaten Aceh Tengah yang kini dilaporkan lumpuh total dan terisolasi dari dunia luar.

Status darurat tersebut berlaku mulai 28 November hingga 11 Desember 2025. Penetapan ini diumumkan langsung oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem, di sela-sela rapat paripurna pengesahan Rancangan Qanun Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Kamis (27/11/2025). Langkah ini diambil guna mempercepat mobilisasi logistik dan penanganan evakuasi yang kian mendesak.

Eskalasi bencana ini dipicu oleh fenomena cuaca ekstrem akibat terbentuknya Siklon Tropis Senyar di kawasan Selat Malaka. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi bibit siklon 95B yang berevolusi menjadi siklon tropis dan bergerak ke arah barat menuju daratan Aceh.

Alhasil, hujan dengan intensitas sangat lebat disertai angin kencang mengguyur wilayah Aceh tanpa henti dalam sepekan terakhir.

Aceh Tengah Terisolasi, 15 Jiwa Melayang

Dampak terparah dari cuaca ekstrem ini terjadi di wilayah dataran tinggi Gayo, khususnya Kabupaten Aceh Tengah. Tanah longsor masif menutup seluruh akses transportasi darat menuju daerah tetangga, termasuk jalur ke Bireuen, Aceh Utara, dan Nagan Raya.

Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah melaporkan daerah tersebut kini dalam kondisi kritis. Selain akses jalan yang putus, infrastruktur vital seperti jaringan listrik dan komunikasi internet mati total yang menyulitkan koordinasi penyelamatan. Data sementara mencatat korban jiwa karena tertimbun material longsor.

“Korban meninggal dunia yang terdeteksi 15 jiwa, yang hilang masih ada dan sedang pendataan,” ujar Kepala Dinas Kominfo Aceh Tengah, Mustafa Kamal, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/11/2025).

Satu unit alat berat tampak berjibaku menyingkirkan material longsor bercampur lumpur pekat yang mengepung permukiman warga di Kabupaten Aceh Tengah. (Foto: Dok. Diskominfo Aceh Tengah).
Satu unit alat berat tampak berjibaku menyingkirkan material longsor bercampur lumpur pekat yang mengepung permukiman warga di Kabupaten Aceh Tengah. (Foto: Dok. Diskominfo Aceh Tengah).

Mustafa menerangkan situasi di lapangan sudah sangat kritis. Stok pangan dan kebutuhan medis di pengungsian menipis lantaran pasokan dari luar tidak dapat masuk. Ribuan warga kini bertahan di posko pengungsian dalam keterbatasan.

“Saat ini Aceh Tengah berada dalam kondisi darurat yang sangat kritis. Isolasi total telah memutus kami dari bantuan luar, sementara kebutuhan pangan dan medis di lokasi pengungsian terus meningkat. Kami sangat berharap dan memohon bantuan dari pemerintah provinsi, pusat, dan seluruh pihak untuk segera membuka akses dan mengirimkan bantuan secepat mungkin,” tegasnya.

Merespons hal tersebut, Bupati Aceh Tengah Haili Yoga telah menetapkan Status Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi lokal dan meliburkan seluruh aktivitas sekolah demi keselamatan siswa.

Dampak Meluas di 16 Daerah

Berdasarkan laporan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) selama 18 November pukul 07.00 WIB hingga 27 November 2025 pukul 16.50 WIB, bencana ini telah berdampak luas di 16 kabupaten/kota.

Secara akumulatif, banjir dan longsor berdampak langsung pada 33.817 Kepala Keluarga (KK) atau 119.988 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 20.759 jiwa (6.998 KK) harus mengungsi.

“Sebagian besar kejadian masih dipicu oleh curah hujan tinggi, angin kencang, dan kondisi geologi labil yang berdampak pada banjir, tanah bergerak, serta tanah longsor,” tulis keterangan resmi BPBA, dilansir pada Jum’at (28/11/2025).

Kondisi kritis tercatat di sejumlah wilayah, salah satunya di Aceh Utara. Banjir setinggi ±30-80 cm yang terjadi imbas erosi tebing sungai di wilayah itu merendam 27 kecamatan. “Berdampak pada 3.690 jiwa (2.028 KK) dan 1.444 jiwa (438 KK) mengungsi,” terang BPBA dalam laporannya.

Situasi serupa juga terjadi di Pidie, genangan air yang tak kunjung surut membuat 12.853 jiwa (2.979 KK) terdampak dan memaksa 7.585 (2.081 KK) jiwa mengungsi ke posko darurat.

Sementara itu, di dataran tinggi Bener Meriah, banjir bandang di Kecamatan Wih Pesam menyeret seorang warga yang hingga kini masih dinyatakan hilang. Di wilayah ini, banjir telah mengenangi 10 kecamatan. Adapula peristiwa tanah longsor yang menimbun Desa Pantai Kemuning, Kecamatan Timang Gajah, pada Rabu (19/11/2025) lalu.

Di wilayah pantai barat, hujan berintensitas tinggi menyebabkan 12 kecamatan di Aceh Barat terendam dengan ketinggian air mencapai 1,3 meter. Sebanyak dengan 265 jiwa (183 KK) terdampak. Di Kota Subulussalam, banjir merendam 5 kecamatan dengan 9.291 jiwa (1.981 KK) terdampak.

“Informasi terakhir yang diterima Pusdalops, banjir di dua kabupaten tersebut diketahui belum surut,” lapor BPBA.

Beralih ke wilayah timur, banjir genangan akibat hujan berintensitas tinggi selama 3 hari terakhir di Kota Langsa merendam 110 unit rumah di desa Paya Bujok Seulemak, Kecamatan Langsa Baro. Banjir genangan ini menjadi semakin parah lantaran terdampak air kiriman dari lahan perkebunan kelapa sawit PTPN 1 Langsa. Ketinggian air telah mencapai 20-40 cm dan masih belum surut.

Selain itu, banjir dan longsor juga dilaporkan terjadi di beberapa kecamatan di Kota Langsa. Antara lain Langsa Barat, Langsa Kota, Langsa Lama dan Langsa Timur.

Adapun di Aceh Singkil, meluapnya Sungai Lae Cinedang merendam 11 kecamatan dengan ketinggian air mencapai 80 sentimeter dan sebanyak 25.827 jiwa (25.827 KK) terdampak. Hingga berita ini terbit, informasi dari Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) menyatakan air mencapai ketinggian ±50-80 cm dan belum surut.

Sementara itu, cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai angin kencang yang melanda Kabupaten Aceh Timur sejak Sabtu (22/11/2025), telah memicu banjir di sejumlah desa. Tingginya debit air dan durasi hujan yang panjang membuat saluran drainase tak mampu menampung luapan. Akibatnya, sebanyak 29.706 jiwa terdampak dengan 2.456 jiwa di antaranya terpaksa mengungsi.

Selain merendam permukiman, banjir menyebabkan kerusakan struktur pada lima rumah warga. “Info terakhir air masih belum surut. Tiga rumah mengalami rusak berat, satu rusak sedang, dan satu rusak ringan akibat terjangan banjir,” jelas BPBA.

8 Kabupaten Berstatus Darurat Bencana

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, mengakui bahwa distribusi bantuan menghadapi kendala berat di lapangan. Kerusakan infrastruktur, termasuk putusnya jembatan di jalur nasional Banda Aceh–Medan, menghambat laju truk logistik.

“Dalam beberapa hari ini pemerintah telah menyalurkan bantuan darurat,” ujar Mualem. Ia pun telah meminta Kapolda Aceh mengerahkan helikopter guna meninjau wilayah terisolasi dan mendistribusikan bantuan via udara.

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (tengah), didampingi Kapolda Aceh dan pimpinan DPRA secara resmi mengumumkan penetapan status darurat bencana hidrometeorologi tingkat provinsi selama 14 hari ke depan di Gedung DPRA, Banda Aceh, Kamis (27/11/2025). (Foto: Dok. Humas Pemerintah Aceh).
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (tengah), didampingi Kapolda Aceh dan pimpinan DPRA secara resmi mengumumkan penetapan status darurat bencana hidrometeorologi tingkat provinsi selama 14 hari ke depan di Gedung DPRA, Banda Aceh, Kamis (27/11/2025). (Foto: Dok. Humas Pemerintah Aceh).

Hingga kini, sebanyak delapan kabupaten/kota telah ditetapkan sebagai daerah berstatus darurat bencana hidrometeorologi. “Kabupaten yang telah menetapkan status darurat bencana hidrometeorologi yaitu Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Singkil, Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh Tengah, Aceh Tenggara, dan Aceh Barat,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPBA, Fadmi Ridwan.

Fadmi juga meminta agar pemerintah daerah lekas mengaktifkan posko siaga darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan layanan kesehatan darurat, melakukan evakuasi masyarakat, mempersiapkan logistik darurat, memantau data cuaca dan debir air sungai, berkoordinasi dengan lembaga terkait, serta melakukan kaji cepat di daerah terdampak dan tetapkan status tanggap darurat.

“Pemerintah daerah segera melakukan pertolongan cepat, pendataan jumlah korban dan kerugian serta pemenuhan dasar korban terdampak bencana sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang berlaku,” tegasnya.

Ia juga menghimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap potensi banjir, tanah bergerak dan longsor. Khususnya pada wilayah dengan curah hujan tinggi. “Mitigasi sederhana seperti membersihkan saluran air, menjauhi lereng saat hujan, serta memantau informasi dari BMKG dan BPBD setempat menjadi langkah penting dalam mengurangi risiko bencana,” ujar Fadmi.

Peringatan Dini BMKG: Siklon Senyar Masih Mengancam

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan keras terkait evolusi Bibit Siklon 95B menjadi Siklon Tropis Senyar di Selat Malaka. Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, menjelaskan bahwa suhu hangat di perairan Selat Malaka telah meningkatkan suplai uap air secara drastis.

“Kondisi ini meningkatkan suplai air di perairan hangat Selat Malaka yang memicu pertumbuhan awan konvektif di bagian utara Sumatra,” paparnya, pada Rabu (26/11/2025) lalu, dalam konferensi pers di Gedung Command Center MHEWS, BMKG, Jakarta.

Saat ini, kata dia, pusat Siklon Tropis Senyar terdeteksi di koordinat 5.0° Lintang Utara dan 98.0° Bujur Timur. Sistem badai tersebut memiliki tekanan udara rendah mencapai 998 hPa dengan kekuatan angin maksimum 43 knot atau setara 80 kilometer per jam.

Ia menjelaskan, dalam analisis 24 jam ke depan, siklon diprediksi bergerak lambat ke arah barat hingga barat daya menyusuri daratan Aceh dengan kecepatan 4 knot (7 km/jam). Meskipun dalam 48 jam intensitasnya diperkirakan menurun menjadi Depresi Tropis, dampak ikutannya masih sangat berbahaya bagi wilayah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, hingga Sumatera Barat.

Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menyoroti anomali fenomena ini. “Fenomena seperti Siklon Tropis Senyar tergolong tidak umum di wilayah perairan Selat Malaka, apalagi jika sampai melintasi daratan,” tegasnya.

Ia menerangkan, secara teoretis, posisi Indonesia di garis khatulistiwa memang tidak mendukung pembentukan maupun lintasan siklon tropis. Kendati begitu, data lima tahun terakhir menunjukkan tren sebaliknya. Siklon tropis, kata Andri, justru kian intensif bergerak mendekati wilayah Indonesia dan menimbulkan dampak yang signifikan.

“BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan kewaspadaan masyarakat terhadap potensi dampak cuaca yang dapat muncul selama sistem ini bergerak di sekitar wilayah tersebut,” ujar Andri.

Jajaran pimpinan BMKG memaparkan analisis pergerakan Siklon Tropis Senyar melalui layar monitor di Command Center MHEWS, Jakarta, pada Rabu (26/11/2025).
Jajaran pimpinan BMKG memaparkan analisis pergerakan Siklon Tropis Senyar melalui layar monitor di Command Center MHEWS, Jakarta, pada Rabu (26/11/2025).

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menambahkan rincian potensi bahaya di perairan. Gelombang kategori tinggi (2,5 – 4,0 meter) berpotensi terjadi di Selat Malaka bagian utara, Perairan Aceh, dan Samudra Hindia barat Aceh hingga Nias. Sementara gelombang sedang (1,25 – 2,5 meter) mengancam Selat Malaka bagian tengah.

Merinci dampak dari anomali tersebut, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menegaskan bahwa Siklon Tropis Senyar ini telah memicu gangguan cuaca signifikan sejak masih berstatus bibit (96B). Melalui pemantauan intensif Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) Jakarta, BMKG memetakan ancaman nyata berupa hujan ekstrem, angin kencang, dan gelombang tinggi yang menyasar wilayah utara Sumatera hingga Selat Malaka.

Guswanto memaparkan, imbas dari Siklon Tropis Senyar ini, beberapa wilayah bakal mengalami hujan dengan intensitas sangat lebat hingga ekstrem. “Hujan dengan intensitas sangat lebat hingga ekstrem di wilayah Aceh dan Sumut, hujan sedang-lebat di sebagian wilayah Sumbar dan Riau,” katanya. Selain itu, angin kencang juga berpotensi terjadi di wilayah Aceh, Sumut, Sumbar, Kepulauan Riau, dan Riau.

Sementara di laut, lanjutnya, gelombang kategori sedang (1,25 – 2,5 meter) berpotensi terjadi di wilayah Selat Malaka bagian tengah, perairan Sumatera Utara dan perairan Rokan Hilir. Gelombang kategori tinggi (2,5 – 4,0 meter) juga berpotensi terjadi di wilayah Selat Malaka bagian utara, perairan Aceh, Samudera Hindia barat Aceh hingga Nias.

BMKG mengimbau masyarakat untuk siaga penuh terhadap bencana hidrometeorologi lanjutan seperti banjir pesisir (rob), tanah longsor, dan pohon tumbang. Nelayan dan pelaku transportasi laut diminta menunda aktivitas di wilayah perairan yang terdampak gelombang tinggi demi keselamatan. []