Wagub Aceh keluhkan mahalnya sewa lahan KEK Arun ke Menko Polhukam yang memicu mundurnya investor, serta mendesak pelibatan bank daerah.
koranaceh.net | Banda Aceh – Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, menyoroti hambatan serius dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe saat menerima kunjungan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Djamari Chaniago. Ia menyebut mekanisme tarif sewa lahan yang ditetapkan pusat justru memukul mundur para calon investor potensial.
Fadhlullah menyampaikan hal ini secara terbuka dalam pertemuan di ruang kerjanya, Banda Aceh, pada Kamis (27/11/2025). Meski KEK Arun memiliki infrastruktur pelabuhan dengan perairan yang sangat stabil—bahkan diklaim lebih unggul dibanding Singapura atau Port Klang—aset strategis tersebut kini tak ubahnya kawasan mati suri akibat tingginya biaya sewa yang dikelola Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).
Fadhlullah mengungkapkan bahwa sejumlah pemodal asing sebenarnya telah menaruh minat. Namun mereka membatalkan niatnya setelah mengetahui skema pembiayaan yang ada.
“Sudah ada lima perusahaan besar dari luar negeri yang datang melihat peluang, termasuk perusahaan baterai listrik dari Tiongkok. Tapi setiap datang, mereka keluar lagi. Untuk memulai investasi saja, mereka sudah harus bayar harga (sewa) yang hampir sama dengan membeli tanah,” ujar Fadhlullah.
Kondisi ini dinilai ironis mengingat fasilitas pendukung di kawasan tersebut sangat lengkap, mulai dari utilitas industri, perumahan, hingga landasan udara. Fadhlullah bahkan mengibaratkan sebagian kawasan bekas kejayaan “petro dolar” itu kini seperti kota hantu. Pemerintah Aceh, kata dia, telah menyurati Presiden untuk mengevaluasi regulasi pengelolaan aset tersebut agar keran investasi kembali terbuka.
Desakan Infrastruktur dan Perbankan
Selain kemacetan investasi di Arun, Fadhlullah juga menyampaikan urgensi perbaikan konektivitas udara. Ia meminta dukungan pusat untuk memperpanjang landasan pacu (runway) bandara di wilayah barat Aceh hingga minimal 2.000 meter. Hal ini krusial untuk memutus ketergantungan ekspor komoditas perikanan yang selama ini harus melalui Medan, Sumatera Utara.
“Kami punya sembilan bandara, tapi hanya satu yang runway-nya tiga ribu meter yaitu Bandara Sultan Iskandar Muda,” jelasnya. Menurutnya, bandara yang mumpuni di wilayah barat juga strategis bagi pertahanan negara di gerbang paling barat Indonesia.
Isu perbankan turut menjadi sorotan utama. Wagub meminta agar dominasi Bank Syariah Indonesia (BSI) di Aceh dapat diimbangi dengan pelibatan Bank Aceh, khususnya dalam menopang program Koperasi Merah Putih. Keterbatasan layanan satu bank Himbara dinilai sering memicu kendala sistem di lapangan, sementara Aceh memiliki 6.500 desa yang membutuhkan akses keuangan lancar.
Dalam aspek penegakan hukum, Pemerintah Aceh juga mendorong pendirian Lapas Syariah. Pemisahan ini dianggap mendesak agar pelanggar Qanun Jinayah tidak bercampur satu sel dengan narapidana kriminal berat di lapas umum, yang berpotensi menimbulkan pengaruh negatif.
Menanggapi rentetan masalah tersebut, Menko Polhukam Djamari Chaniago menyatakan bakal membawa inventaris masalah ini langsung ke meja Presiden.
“Saya akan bawa seluruh masukan ini kepada Presiden. Terus jaga kekompakan Forkopimda. Terima kasih atas masukannya. Doakan kami bisa menyelesaikan ini. Salam saya untuk Pak Gubernur, mudah-mudahan bisa bertemu di Jakarta,” ujar Menko Polhukam.
Meski begitu, di sisi lain, Djamari memberikan catatan keras terkait kelestarian lingkungan. Ia meminta aparat setempat menindak tegas tambang ilegal yang merusak alam Aceh.
Komitmen pemerintah pusat untuk merevisi regulasi yang menghambat investasi di Aceh kini dinanti realisasinya, terutama menyangkut nasib KEK Arun yang masih jalan di tempat. []




